bnewsmedia.id, OPINI – Indonesia menerapkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila sejak kepemimpinan Soeharto hingga saat ini. Demokrasi pada teorinya memberikan peran yang besar kepada rakyat untuk menentukan setiap keputusan. Segala keputusan yang diterapkan rezim harus berdasakan kehendak rakyat. Keputusan tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat. Seperti asas demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Berkaca dari azas ini, dapat kita tarik benang merah bahwa Negara yang hidup dalam sistem demokrasi harusnya memberi kebebasan kepada rakyat untuk menyuarakan pendapat.
Realisasi Demokrasi di Indonesia
Akan tetapi kebebasan bersuara yang diagung-agungkan demokrasi seperti dikebiri. Bertolak dengan teorinya, mayoritas warga malah semakin takut dalam menyuarakan pendapat. Dilansir dari Merdeka.com, “Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam menyatakan pendapat. Hasilnya, 21,9 persen sangat setuju, 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang setuju, dan 3, 6 persen tidak setuju sama sekali”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu banyaknya kriminalisasi terhadap aktivis yang mengkritik kebijakan rezim juga membuktikan bahwa demokrasi di negeri ini hanya ilusi. Suara rakyat dibutuhkan sebatas pemilu saja. Jika menyangkut kritikan terhadap rezim, suara rakyat dibungkam. Bahkan kelompok-kelompok semisal HTI yang kerap memberikan kritik membangun untuk negri ini dicabut badan hukumnya. Mereka dianggap orang-orang radikal yang membahayakan rezim.
Ditembaknya 6 orang laskar FPI pada Senen tanggal 07 Desember 2020 di tol Cikampek KM 50 juga merupakan bentuk pembungkaman suara rakyat. Rakyat ditakuti-takuti agar tidak ada lagi yang berani menentang maupun mengkritik kebijakan pemerintah.
Tidak hanya membungkam suara rakyat di dunia nyata. Pembungkaman suara rakyat di dunia maya juga kerap terjadi. Salah-satunya dialami oleh Mohammad Hisbun Payu, aktivis mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mahasiswa ini ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Jateng pada 13 Maret 2020 karena mengkritik presiden melalui media sosial soal kebijakan yang dia nilai mementingkan investasi dibandingkan kondisi rakyatnya.
Dari fakta diatas, adanya tudingan nuansa orde baru di rezim Jokowi seperti bisa dimaklumi. Karena banyak indikasi yang mengarah kepada tudingan itu. Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan salah satu indikasi yang bisa mengidentikkan rezim Jokowi dengan orba adalah penangkapan sejumlah masyarakat yang mengkritik pemerintah lewat media sosial. Sudah terbukti.
Ketika Rasulullah SAW dikritik
Rasulullah Saw. saat menjadi pemimpin tidak lepas dari kritik. Sebagai manusia paling mulia, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bukanlah orang yang anti kritik. Hal ini dicontohkan Rasulullah Saw ketika perang Badar. Saat itu pasukan kaum muslimin berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar dan Rasulullah Saw memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai musuh.
Salah seorang sahabat yang pandai strategi perang, Khahab ibn Mundzir ra berdiri menghampiri Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang?”
Beliau menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang.” Kemudian Khahab menjelaskan, “Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya.”
“Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum,” kata Khahab.
Rasulullah Saw berpikir lalu menyetujui kritikannya sambil tersenyum. “Pendapatmu sungguh baik.” Malam itu juga, Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakan usulan dari Khahab tersebut. Dimana akhirnya kaum Muslimin memenangkan peperangan tersebut dengan telak. (’99 Resep Hidup Rasulullah’ karya Abdillah F. Hasan). Begitulah Islam mengajarkan bagaimana seharusnya pemimpin menghadapi kritik.
Demokrasi kapitalis hukum yang berasal dari akal manusia yang terbatas, secara teorinya menempatkan suara rakyat diposisi tertinggi. Namun realitanya tidak demikian. Demokrasi terbukti telah membungkam suara rakyat dari awal penerapannya. Sedangkan Islam terbukti menghargai aspirasi rakyat. Islam menerima kritik rakyat selagi tidak bertentangan dengan akidah. Hanya dengan penerapan Islam secara totalitas rakyat bisa mengeluarkan aspirasinya secara bebas dan aman.
Penulis : Ummu Safia