OLEH.
Alinardius .MA (Kasi Bimas Islam Kamenag Tanah Datar)
Tak terasa perputaran waktu sangat cepat kemaren rasanya kita memperingati tahun baru hijriah muharram 1442 H, kini kita sudah berada minggu terakhir dzulhijja 1442 H. Kesuksesan kita sebagai seorang umat Islam akan dilihat dari bagaimana cara kita melakukan peribadatan dan kadar ketakwaan kita kepada Allah SWT. Tidak ditentukan dari seberapa sering kuantitas ibadah namun lebih pada kualitas Ibadah yang dikerjakan dan efek setelah melakukan ibadah tersebut. Islam memiliki pedoman yang menuntun umatnya agar selalu mengatur segala bentuk kegiatannya dengan baik, teratur dan disiplin. Entah itu kegiatan yang bersifat duniawi atau ukhrowi. Umat islam tidak boleh menjadi orang yang tertipu menyangka banyak beribadah namun tidak punya nilai disisi Allah. Nabi memesankan siapa yang sama hari kemaren dengan hari ini adalan insan yang tertipu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa pepatah dan peribahasa banyak sekali yang memberi pesan betapa pentingnya kepedulian dan kedisiplinan kita menggunakan waktu Seperti, “waktu adalah uang”, “waktu yang hilang tidak akan ditemukan lagi”, waktu laksana pedang dan banyak lagi lainnya yang menjelaskan betapa pentingnya introspeksi, dan menghargai waktu yang diberikan Allah kepada kita dengan melakukan hal-hal baik dan bermanfaat. Salah satu ayat yang sangat relevan utuk dijadikan pedoman kesuksesan dunia dan ukhrowi kita terdapat dalam surat Al-Hasyr ayat 18. Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”
Dalam Tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan taqwa sendiri diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Jadi, tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat”, setelah itu berbuat maksiat kembali. Karena makna takwa sendiri saling bersinergi, tidak dapat dipisahkan. Begitu pula penjelasan Al-Qurthubiy yang menyatakan bahwa perintah taqwa (pada ayat ini) bermakna: “Bertaqwalah pada semua perintah dan larangannya, dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajibanNya yang dibebankan oleh Allah kepada diri kita, sebagai orang yang beriman, dan menjauhi larangan-larangan Allah, yang secara keseluruhan harus kita tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita” Sebagai seorang yang beriman tentu kita harus memiliki komitmen untuk selalu bertaqwa kepada Allah. Karena dalam rangkaian ayat ini perintah taqwa hanya diperuntukkan kepada orang yang telah beriman. Apabila dia tidak beriman maka dia harus beriman terlebih dahulu untuk terus kemudian bertaqwa. Dalam islam dijelaskan penggunaan waktu pada empat hal, pertama untuk bermuhasabah dan menginstrospeksi diri, kedua waktu beribadah dan bermunajat kepada Allah, ketiga waktu berusaha untuk memenuhi kehidupan duniawi keempat waktu untuk menuntut ilmu.
Pada potongan ayat selanjutnya inilah yang memiliki makna dan motivasi mendalam tentang intropeksi diri dan pentingnya manajemen waktu yang baik sehingga menjadi penting untuk selalu menanam kebaikan untuk dipetik kelak di hari akhir. Allah berfirman:
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”
Menurut beberapa mufassir kata ghad memiliki banyak arti , Al-Qurthubi menjelaskan yang dimaksud dengan kata tersebut adalah hari kiamat. Kata-kata ghad sendiri dalam bahasa Arab berarti besok. Beberapa ahli ta’wil menyatakan dalam beberapa riwayat: Allah senantiasa mendekatkan hari kiamat hingga menjadikannya seakan terjadi besok, dan besok adalah hari kiamat. Ada juga yang mengartikan ‘ghad’ sesuai dengan makna aslinya, yakni besok. Hal ini bisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk selalu melakukan introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat masa lalu, yakni untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan. Atau juga menjadikan pelajaran masa lalu sebuah investasi besar untuk masa depan.
Dalam kitab Tafsir ibnu Katsir, ayat ini disamakan dengan perkataan “haasibuu anfusakum qabla an tuhaasabuu” Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab (di hari akhir).
Potongan ayat selanjutnya Allah kembali mengulang untuk kedua kalinya kalimat yang artinya sama bertaqwalah kepada Allah. Dalam kaidah Bahasa Arab apabila ada suatu kata yang diulang sebanyak dua kali dalam satu susunan kaimat maka kalimat tersebut mengandung unsur penekanan atau sungguh-sungguh. Al-Qurthubiy menjelaskan bahwa kalimat wattaqullah (dalam ayat ini) memberikan pengertian: kalimat (wattaqullah) pertama bisa dipahami sebagai perintah untuk bertaubat terhadap apa pun perbuatan dosa yang pernah kita lakukan, sedangkan pengulangan kalimat wattaqullah pada ayat ini (untuk yang kedua kalinya) memberikan pengertian agar kita berhati-hati terhadap kemungkinan perbuatan maksiat yang bisa terjadi di kemudian hari setelah kita bertaubat, karena setan tidak akan pernah berhenti menggoda diri kita.
InnaLaaha khabiirun bima ta’maluun Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Baik dan buruknya pekerjaan kita tidak lepas dari pengawasan Sang Khaliq.
Introspeksi, Manajemen Waktu, dan Tabungan Kebaikan
Rangkaian ayat ini menjelaskan kepada kita betapa pentingnya seseorang melihat apa yang telah diperbuatnya di masa lalu untuk kesuksesan dan kebahagiaan masa depan. Allah senantiasa memberi motivasi kepada kita untuk selalu menanam kebaikan dengan amal shaleh. Dengan waktu yang diberikan pada saat ini sudah seharusnya manusia selalu berfikir untuk mengerjakan segala hal yang berorientasi pada hal baik. Perlu diingat penciptaan manusia di muka bumi ini hanya untuk beribadah.
Dalam rumus kehidupan kita selalu dihadapkan dengan waktu yang terbagi menjadi 3, masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Dalam ayat tersebut Allah mewanti-wanti kepada kita untuk menghitung (intropeksi) perbuatan-perbuatan apa yang dilakukan pada masa lalu untuk kesuksesan hasil di masa depan (akhirat). Sedangkan saat ini adalah waktu yang hanya di berikan untuk kita. Memanfaatkan dan mengatur waktu sebaik-baiknya adalah hal paling utama bagi kita untuk mencapai kesuksesan yang akan kita raih. Dan hal ini berlaku pula pada diri kita di kehidupan dunia ini. Seandainya seseorang berkeinginan menjadi seorang alim, maka tergantung bagaimana jerih payah dan banyaknya waktu untuk belajar yang dihabiskan pada saat ini. Seorang pilot bisa menerbangkan pesawat terbang yang terbaru maka tergantung bagaimana pengalaman dari pelajaran-pelajaran dari pesawat yang telah diterbangkn pada masa lalu. Seorang pemuda yang ingin sukses dalam berbisnis maka saat ini adalah waktu yang terbaik untuk merasakan kerasnya dunia bisnis dan dengan sendirinya waktu yang akan menjawab segala bentuk jerih payah yang telah dikeluarkan untuk mencapi kesuksesaannya.
Tentu yang dimaksud Allah dalam ayat ini adalah timbulnya kebaikan yang mengarah kepada kesuksesan Akhirat yang abadi. Hari kiamat dikatakan seperti hari esok dan sangat dekat, tentu ibadah dan seluruh pekerjaan yang kita laksanakan pada hari ini haruslah dengan kualitas dan niat terbaik. Dan Allah menutup firmanNya dengan mengatakan bahwa Dia maha mengetahui apapun usaha yang dilakukan. Semoga kita tergolong orang-orang yang sukses di dunia maupun akhirat.