Kota Bekasi – Penggiat Lingkungan Hidup dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan B3 Indonesia AMPHIBI Moh.Hendri menilai, Jumlah produksi sampah yang dihasilkan di Kota Bekasi dalam sehari cukup tinggi. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi total kisaran sampah mencapai angka 1.800 ton per hari. Banyaknya produksi sampah dalam sehari tidak sepenuhnya terangkut ke TPA Sumurbatu. Ada sekitar 800 Ton sampah perhari yang tidak terangkut.
“Pasalnya Pemerintah Kota Bekasi telah melakukan penutupan beberapa TPS Liar yang ada di Kota Bekasi, serta melakukan sterilisasi dengan melakukan pengangkutan sampah Liar dan diangkut ke TPA Sumur Batu. Pertanyaannya, apakah daya tampung TPA bisa memuat sampah liar yang diangkut ke TPA? namun kondisinya hingga saat ini masih banyak PR timbulan sampah liar yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota Bekasi yang sudah menahun dan belum tertangani, bahkan ada TPS Liar yang dikelola oleh swasta tanpa pengolahan dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Ada juga catatan hitamnya dari TPS liar yang tidak masuk retribusi pengangkutan sampah, menyebabkan kebocoran PAD dari sebaran sampah liar di beberapa kecamatan di kota bekasi yang dibuang langsung ke media lingkungan dengan cara Dumping, di bakar langsung, dan juga di buang langsung ke sungai. Ada juga beberapa TPST3R di beberapa tempat yang sudah tak beroperasi,”Ucap Hendri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hendri menyampaikan, Sampah organik yang medominasi timbunan sampah di TPA berkisar 60 persen, namun kondisinya pengolahan sampah organik melalui pengomposan pun tidak berjalan di TPA Sumur batu, yang seharusnya dioperasikan menurut amanat undang-undang maupun peraturan yang ada. Hingga saat ini TPA masih diartikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir, padahal setelah diberlakukannya UU no. 18 Tahun 2008 berubah menjadi Tempat Pemrosesan Akhir, namun Open Dumping masih diberlakukan hingga sekarang yang sudah jelas melanggar aturan, menyebabkan over kapasitas muatan daya tampung TPA Overload, dengan kata lain mengakibatkan sering terjadinya longsor pada gunungan sampah pada musim penghujan.
“Disamping itu pemerintah kota bekasi hanya mengandalkan masyarakat yang mengelola sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual dan organik dapur SOD dengan menggunakan magoot sebagai pengurai organik ataupun pengomposan mandiri. Diketahui sampah organik bukan hanya bersumber dari SOD melainkan banyak sumber lainya mulai dari sampah pasar, sisa makanan restoran, rumah makan, catring, hotel, dll.”sebutnya.
Sampah organik dan sampah residu yang tak terkelola lainnya diangkut ke TPA dengan melakukan sistem dumping, tanpa adanya pengolahan menimbulkan permasalahan lain diantaranya sampah organik yang 80 persenya mengandung air dan pada saat pembusukan bercampur sampah residu mengeluarkan lindi. Jika lindi sampah organik yang mengandung metan tercampur aduk dengan sampah lainya atau residu dapat menjadi Limbah Bahan Berbahaya Beracun B3, hingga dapat berkali lipat volumenya disaat musim penghujan.
Disamping itu Hendri juga mengatakan, melalui sistem kelola TPA Sumur Batu, Air lindi (leachate) yang dihasilkan dari gunungan sampah yang mengalir melalui treatment Instalasi Pengolahan Air Sampah IPAS dapat menekan tingginya kadar Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Proyek Pembangunan IPAS Bersama TPA Sumur batu dan TPST Bantargebang 2020 lalu telah beroperasi, yang targetnya adalah mengatasi tingkat pencemaran kali asem yang meluas ke anak sungai lainya dan dibangun dengan anggaran anggaran bertahap dengan total 140 miliar.
Namun diketahui kondisinya hingga saat ini masih saja belum mampu menyelesaikan permasalahan pencemaran kali asem yang masih menghitam dan berbau, bahkan tak luput dari sampah organik yang hanyut terbawa aliran kali asem, hal demikian berdampak buruk kepada masyarakat sepanjang sungai maupun ekosistem sungai yang rusak oleh pencemaran LIndi TPA dan menjadi sumber penyakit.
“Berdasarkan kondisi lapangan saluran drainase pada TPST Bantar gebang dan TPA Sumur batu kurang maksimal, sehingga alirannya menjadi satu dengan kali asem, ditambah lagi musim penghujan drainase Lindi TPA banyak terlihat menggenang di beberapa titik zona dan mengalir bersama aliran kali asem. Demikian pula menyebabkan pembangunan IPAS bersama yang berlokasi di depan TPA Sumur batu bantargebang yang di bangun pada 2020 lalu oleh kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi yang saat itu di jabat oleh Yayan Yulyana dan dilanjutkan oleh Kepala Dinas LH sekarang Yudianto tidak berdampak maksimal dalam mengurangi pencemaran Kali Asem,”bebernya.
Jika kapasitas debit air lindi yang di hasilkan TPA Sumur batu dan TPST Bantargebang, juga bercampur dengan debit air kali asem tidak sesuai dengan jumlah kapasitas kubukasi daya tampung dalam pengolahan IPAS maka sangat dipastikan pengolahan air sampah tidak maksimal, apalagi ditambah dengan jumlah debit air hujan, sehingga mengakibatkan pengolahan air sampah menjadi overload luber ke sungai dan tetap saja mencemari sungai kalau tidak dirubah penerapan dari hulu ke hilir.
Lanjutnya kata Hendri, masih dalam lingkup wilayah sumur batu juga terdapat beberapa perusahaan pengolahan limbah plastik maupun karung yang berkontribusi dalam pencemaran air, banyak dari perusahaan pengolah limbah plastik yang membuang langsung limbah air dari hasil pencucian plastik tanpa melalui bak pengolahan IPAL, hal tersebut sangat berdampak pada kualiatas daluran air yang mengalir hingga perumahan Bekasi Timur Regency BTR 3 dengan kondisi air yang terlihat pekat dan berbau. Lagi – lagi hal ini menjadi Pekerjaan Rumah Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi yang menjadi tugasnya dalam menjaga lingkungan hidup yang baik dengan menertibkan para pelaku usaha yang menyebabkan pencemaran.
Ditambah Lagi, Sambung Moh. Hendri, Belum Lagi pembuangan tinja maupun MCK masyarakat yang lanngsung ke sungai tanpa melalui IPAL dan atau IPAL Komunal pada aliran sungai yang juga perlu di perhatikan kondisinya oleh Disperkimtan.
“Pencemaran tersebut merupakan tindakan yang fatal kejahatan lingkungan berat jika dibiarkan serta tidak adanya penanganan cepat, ini termasuk tindakan pidana dan sudah selayaknya pihak kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap kejahatan lingkungan itu dan tindakan hukum terhadap pelanggaran tersebut. Begitu juga pihak Direktorat Kementerian KLHK terkait, harus melakukan tindakan tegas pada Pihak- pihak terkait yang bertanggung jawab pada kasus tersebut, khususnya pada pengelola TPA Sumur Batu dan bantargebang yang sudah melanggar aturan dalam pengelolaan TPA Sumur Batu yang menyebabkan pencemaran kali asem hingga meluas ke sungai lainnya,” tegas Hendri.