bnewsmedia.id Tanah Datar – Masyarakat Salingka Danau umumnya Malalo Tigo Jurai dan sekitarnya menolak rencana pembangunan PLTS terapung di Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Proyek itu dikhawatirkan akan merusak lingkungan dan mengganggu habitat ikan bilih yang merupakan sumber pendapatan utama masyarakat.
Masyarakat menyampaikan penolakannya dalam Sosialisasi Rencana Pembangunan PLTS Terapung Singkarak 50 MW di Danau Singkarak di Nagari Padang Laweh Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Rabu (15/1/2025). Sosialisasi diikuti ratusan warga dari empat nagari, yaitu Padang Laweh Malalo, Sumpur, Guguk Malalo, dan Bungo Tanjung.
Adapun, sosialisasi dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade; Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, Direktur Utama PT Indo Acwa Tenaga Singkarak, Helmi Kautsar; Bupati Tanah Datar Eka Putra; serta perwakilan Pemprov Sumbar, dan lainnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Forum Anak Nagari Batipuh Selatan Buchari Datuak Lelo Marajo (51) mengatakan, warga tidak anti dengan pembangunan, tetapi harus mengkaji permasalahan yang ada. Masalahnya saat ini, Danau Singkarak berada di ambang kehancuran dengan sedimentasi parah dan sampah.
Banyak permasalahan di Danau Singkarak. Semestinya itu yang harus kita kejar dulu, sesuai Perpres Nomor 60 Tahun 2021. Ada perbaikan Danau Singkarak ini. Pencemaran di danau bukan main, kata Buchari.
Menurut Buchari, masyarakat khawatir kehadiran PLTS terapung membuat kondisi danau semakin kritis dan mengganggu habitat ikan. Danau ini merupakan sumber mata pencarian warga, terutama ikan bilih, ikan endemik Singkarak yang bernilai ekonomi tinggi.
Buchari menambahkan, masih ada alternatif lain sebagai tempat membangun PLTS terapung, seperti Waduk Koto Panjang yang berada di wilayah Sumatera Barat dan Riau. Di waduk itu, tidak ada ikan endemik yang harus dipertahankan dan tidak ada kehidupan masyarakat yang akan dirugikan.
Berbeda dengan Danau Singkarak. Jika dibangun di sini, masyarakat akan kehilangan mata pencarian. Ditambah lagi potensi hilangnya ikan endemik. Ikan bilih hanya ada di Danau Singkarak sehingga perlu dipertahankan.
Selain itu, kehadiran PLTA Singkarak sejak 1980-an, masih menyisakan kesengsaraan bagi masyarakat di sekitar danau. Buchari menyebut, kerusakan danau ini turut dipengaruhi oleh kehadiran PLTA. Kemudian, warga setempat juga tidak merasakan manfaat langsung keberadaan PLTA sebagaimana janji manis yang dulu disampaikan.
Oleh karena dasar itulah, kami tolak pembangunan PLTS Singkarak ini,kata Buchari yang disambut seruan ”sepakat” dari masyarakat yang hadir dalam sosialisasi.
Tokoh masyarakat lainnya, Kenedi Datuak Panduko Naro (58), mengatakan, lebih dari 75 persen masyarakat di sekitar Danau Singkarak menggantungkan hidupnya dari danau. Kalau penghasilan dari tangkapan ikan bilih berkurang, ekonomi masyarakat juga akan lemah.
Kalau ikan bilih itu bagus hasilnya, bagus pendapatan kami. Oleh sebab itu, kami sangat berkepentingan dengan kelestarian Danau Singkarak dan ikan bilih yang endemik ini.
Kenedi juga menyinggung keberadaan PLTA Singkarak yang berkontribusi atas kondisi kritis yang dialami Danau Singkarak. Satu-satunya jalur keluar air di danau ini adalah Sungai/Batang Ombilin. Beberapa tahun terakhir, jalur keluar air itu ditinggikan sehingga terjadi penumpukan sampah dan sedimentasi.
Sedimen di Danau Singkarak sejak ada PLTA, entah berapa tebalnya, tetapi yang jelas saat SD dulu, kami mandi-mandi terlihat jelas bebatuan di dasar danau. Kami minum pun airnya tidak apa-apa. Tapi sekarang, jangankan mandi di situ, merendam kaki pun kami jijik karena airnya kotor luar biasa.
Oleh sebab itu, kami sangat berkepentingan dengan kelestarian Danau Singkarak dan ikan bilih yang endemik ini.
Kenedi memahami rencana pembangunan PLTS terapung merupakan bagian dari upaya meningkatkan energi baru terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Namun, sebaiknya, pembangunan yang dilakukan, sebelum masuk daftar proyek strategis nasional (PSN), pelajari dulu dari bawah.
Apakah ini memang layak atau tidak? Apakah ini menguntungkan masyarakat kami atau tidak. Ini yang kami minta,” ujar Kenedi, yang juga Wakil Ketua Forum Anak Nagari Batipuh Selatan.
Sementara itu, Bundo Kanduang Nagari Padang Laweh Malalo, Elfira (51), mengatakan, ia sudah menampung aspirasi kaum ibu. ”Semuanya satu pendapat, menyatakan, menolak,” katanya.
Elfira menyebut, alasan lain kaum ibu menolak karena sudah merasakan betul betapa indahnya Danau Singkarak. Keindahan tersebut akan tertutup oleh kehadiran PLTS Terapung Singkarak, sedangkan pariwisata di sekitar danau baru mulai berkembang.
Jangan artikan apa yang kami sampaikan ini sebagai bentuk pembangkangan kami kepada pemimpin. Tetapi artikanlah apa yang kami sampaikan ini sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayang kami kepada anak cucu kami di masa depan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade menyatakan, mayoritas masyarakat terdampak di Tanah Datar memang menolak kehadiran PLTS Terapung Singkarak. Penolakan ini akan menjadi masukan bagi PLN untuk dilakukan kajian.
Kajian tersebut, kata Andre, bisa jadi berupa PLN terus melakukan komunikasi dengan masyarakat atau PLN untuk memindahkan rencana investasinya.
Yang jelas, saya ingin menegaskan kepada masyarakat bahwa di zaman sekarang, tidak ada pemaksaan investasi ini harus dilaksanakan. Kita mengedepankan dialog dan terbuka,” kata Andre.
Andre juga menegaskan, kehadiran semua pihak membuka dialog ini untuk menepis persepsi dari luar Sumbar seakan-akan masyakarat provinsi ini selalu anti terhadap investasi. Proses dialog pun berlangsung kondusif dan masyarakat menyampaikan aspirasi dengan baik.
Seluruh masukan masyarakat nanti akan dikaji oleh PLN. Yang jelas, PLN tentu tidak akan memaksakan karena PLN tentu akan memastikan investasi ini berjalan lancar, aman, damai, dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra menolak dimintai tanggapan atas penolakan masyarakat. Walakin, saat dialog, Edwin menanggapi bahwa PLN dan Acwa tidak bisa membangun PLTS Terapung Singkarak tanpa persetujuan masyarakat. Ia juga menjelaskan aspek keamanan dan upaya memitigasi dampak negatif dari PLTS terapung.
Selain penolakan secara langsung, masyakarat setempat juga menyuarakan penolakan melalui spanduk yang dipasang di sekitar lokasi dialog. Tidak hanya dari warga sekitar, spanduk penolakan juga berasal dari organisasi perantau Padang Laweh Malalo di sejumlah provinsi di Indonesia.
Di ujung kegiatan sosialisasi PLTS yg di laksanakan di Malalo Nasrul ketua Laskar Merah Putih prov Sumbar sekaligus sebagai tokoh masyarakat Singkarak menyerahkan dokumen penolakan PLTS kepada Andre Rosiade wakil ketua komisi VI DPR RI, dan kepada Heri Martinus kepala dinas ESDM prov Sumbar yang mewakili gubernur Sumbar .
Nasrul menyampaikan kepada awak media bahwa dia dan LMP akan tetap mendukung perjuangan masyarakat danau Singkarak, dan berharap pemerintah dan pihak swasta atau investor untuk mencarikan lokasi alternatif selain danau Singkarak untuk di bangun PLTS .
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi
Sumber Berita : (**Tim/bn-media)