Batusangkar,Istana Basa Pagaruyung yang saat ini lebih dikenal dengan Museum Istano Basa Pagaruyung merupakan sebuah bangunan sejarah yang mempunyai nilai historis yang tinggi dimana dahulunya menjadi tempat tinggal Raja yang disebut dengan Rajo Alam.
Sistim pemerintahan yang dipakai yakni sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) yang berjuluk ‘Rajo Tigo Selo’.
Sementara itu kepemimpinan kerajaannya dengan dibantu dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo serta Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat dan agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan, maka barulah Raja Pagaruyung ( Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bangunan Museum Istano Basa Pagaruyung yang terdiri dari 72 tiang yang dibagi menjadi 6 kelompok, pengelompokan ini melambangkan pesan yang berbeda sesuai letak dan fungsi masing-masing.
yang disadur dari proposal tugas akhir Farhan Sujali tahun 2018, mahasiswa IAIN Batusangkar.
Kelompok pertama Tiang Panagua Alek, dimana deretan pertama dari depan dinamakan Tiang Panagua Alek, yang mewakili dan melambangkan peran penghulu kaum sebagai penasehat dalam setiap pertemuan, kegiatan sosial dan keramaian di tengah-tengah masyarakat, deretan tiang panagua alek ini juga dinamakan Tiang Tapi.
Kedua, Tiang Temban yaitu dimana deretan kedua dari depan dinamakan Tiang Temban yang mewakili dan melambangkan keramah tamahan, suka menerima tamu dan suka menolong kepada siapapun tanpa membedakan suku, agama dan warna kulit, serta saling pengertian.
Ketiga, Tiang Panjang yaitu deretan yang ketiga dari depan yang dinamakan Tiang Panjang, yang mewakili dan melambangkan kemampuan pemimpin, cendikiawan Minangkabau dalam
mengorganisir, memimpin, menciptakan, memberi, menjaga dan melindungi stabilitas, persatuan dan kesatuan kerajaan dalam semua aspek kehidupan, deretan Tiang Panjang ini juga dinamakan Tiang Simajolelo.
Keempat, Tiang Puti Bakuruang yaitu deretan tiang yang keempat dari baris depan dinamakan Tiang Puti Bakuruang yang menandakan batas ruangan yang satu dengan yang lainnya, dan melambangkan batas-batas ruang gerak dan tanggung jawab urang sumando di rumah istrinya, tiang puti bakuruang juga dinamakan Tiang Biliak.
Kelima, Tiang Suko Dilabo yaitu deretan tiang yang paling belakang yang mewakili kaum wanita sebagai ibu, pendamping suami, pelaksana adat dan kebudayaan. Tiang ini melambangkan komitmen kaum wanita untuk menyajikan yang terbaik agar bisa mereka lakukan demi
kelangsungan hidup, keutuhan keluarga, kaum, adat dan kebudayaan Minangkabau.
Keenam, Tiang Salek yaitu deretan tiang yang dipasang antara rusuk atas dan bawah, tiang ini terletak antara tiang puti bakuruang dan tiang dapua, tetapi dibalik kain kelambu di dalam kamar. Tiang Salek mewakili dan melambangkan peran generasi muda dan generasi penerus masyarakat Minangkabau, dan merelakan adat dan kebudayaan Minangkabau akan di wariskan.
Selanjutnya, Tonggak Tuo adalah dalam adat Minangkabau Tonggak Tuo yaitu tonggak yang paling tua dalam mendirikan Museum Istano Basa Pagaruyung, tata cara mendirikan tongggak tuo ditentukan menurut adat Minangkabau.
Sedangkan Tonggak Gantung yakni dua buah tiang yang tegak diujung sebelah kanan dan kiri Museum Istano Basa Pagaruyung, tonggak ini tidak menyentuh permukaan tanah, Tonggak Gantung ini mewakili keberadaan Datuak Ketemanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang sebagai peletak dasar kerangka adat Minangkabau.(an/LAP)
Sumber Farhan Sujali tahun 2018, mahasiswa IAIN Batusangkar.