bnewsmedia.id Opini- Di tengah hiruk pikuk dan keributan Pemilihan kepala daerah gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati pada Rabu 09 Desember 2020 kemarin hingga akhirnya keluar hasil Quick count. Bahkan ada pasangan Calon yang sudah mendeklarasikan kemenanganya.
Dalam pesta demokrasi lima tahunan itu yang menjadi sorotan adalah sangat rendahnya partisipasi pemilih, hal itu di sebabkan memang ulah pandemi atau memang pemilihan kepala daerah tak begitu Menarik bagi masyarakat??
Di temukan di lapangan, masyarakat yang datang ke tempat pemungutan suara ( TPS) Ada yang tak mencapai 50 persen dari jumlah DPT nya, sepertinya masyarakat sangat takut untuk berkerumum dan datang ke TPS hal itu di sebabkan setiap hari bertambahnya klaster baru terkonfirmasi Covid-19, hal itu harus menjadi catatan besar dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pesta demokrasi ini masyarakat Lebih memilih untuk tetap selalu berada di rumah saja, hal itu di sebabkan setiap pemilih di wajibkan mematuhi protokol kesehatan yang ketat, memakai masker serta cek suhu tubuh, disini masyarakat juga sangat takut jika akan di cek suhu tubuhnya.
Di tambah lagi selama pandemi ini kondisi ekonomi di tengah-tengah masyarakat sangatlah menurun sekali, masyarakat lebih memilih untuk melanjutkan kegiatannya ke sawah ke ladang dan melanjutkan pekerjaannya demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Di sini tentu timbul pertanyaan besar apa yang menyebabkan menurunnya partisipasi pemilih apakah pemilihan kepala daerah hari ini tak begitu Menarik di tengah-tengah masyarakat atau memang masyarakat takut untuk datang ke TPS akibat pandemi covid-19 Corona virus disease tak kunjung melandai??
Di Indonesia memilih kepala daerah itu adalah hak, bukanlah suatu kewajiban jadi masyarakat jika mengikuti dan memberikan hak suaranya pada pemilihan mereka hanyalah menggunakan haknya saja, bukan pula mendapatkan Sanki bagi mereka yang Golput.
Menurunnya partisipasi pemilih diduga juga di akibatkan saat melakukan kampanye bagi pasangan calon sangat di batasi sekali. dengan di wajibkan mengikuti aturan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat, jika melanggar akan di lakukan tindakan keras terhadap pasangan calon tersebut. KPU lebih menekankan kepada pasangan calon melakukan kampanye secara daring.
Kampanye secara daring dan hanya boleh mengumpulkan orang tak lebih dari 50 orang hal itu dapat di katakan banyak pasangan calon yang tidak dapat mengkampanyekan dirinya secara efektif.
Jika angka masyarakat yang golput Lebih tinggi dari masyarakat yang menggunakan hak pilihnya di tengah pandemi, apabila pandemi ini tak kinjung usai apakah di Indonesia akan menerapkan Sanki bagi masyarakat yang sudah berhak melakukan pemilihan Namun memilih golput???
Kita tunggu saja aturan terbarunya.
Ditulis oleh: Roni Pasla, SH Alumni Hukum Pidana dan Politik UIN IB PADANG